Pelaksanaan
Ujian Nasional (UN) tingkat SMA, SMK, MA, di 11 provinsi Indonesia tak berjalan
sesuai jadwal yang telah ditentukan secara serentak. Pelaksanaan UN ditunda
dari yang direncanakan pada hari Senin, 15 April 2013 menjadi mundur pada hari Kamis tanggal 18 April 2013. Hal ini
dikarenakan keterlambatan naskah
soal. Sementara keluhan bermunculan di sekolah-sekolah yang telah melaksanakan
UN pada hari Senin, 15 April 2013. Mulai dari kualitas lembar jawaban UN yang
sangat tipis, tertukarnya paket-paket soal, dan kurangnya naskah soal dan
lembar jawaban UN, sehingga mengkomplitkan kekacauan pelaksanaan UN. Analisis
saya, kejadian ini menjadi tamparan untuk dunia pendidikan Indonesia. Pihak yang
bertanggung jawab atas pelaksanaan UN 2013 seperti tidak ada persiapan padahal
dana Anggaran UN mencapai Rp 94,8
milyar tapi penyelenggaraannya kacau. Dan lebih membuat geram lagi, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) malah menyalahkan PT Ghalia Printing Indonesia
(perusahaan percetakan) yang tidak bisa menyelesaikan tugasnya tepat waktu. Seharusnya
Kemendikbud mengevaluasi diri, mengapa hal seperti bisa terjadi.
Menurut pandangan saya, masalah tersebut
terjadi karena adanya oknum tertentu yang mengambil keuntungan dalam proyek
pencetakan soal ujian. Sungguh sangat disesalkan oknum yang seharusnya
memajukan dan membenahi pendidikan malah sebaliknya. Ini bisa berakibat fatal terhadap
peserta didik. Kecemasan peserta didik dalam menghadapi UN membuat mereka tidak
lagi menikmati proses belajar. Mereka menjadi sibuk mencari jalan instant untuk bisa lulus dengan bersusah payah murid membayar lagi mengikuti bimbel 3
bulan, terutama mengambil pelajaran tambahan dan latihan-latihan ujian. UN juga
merampas paksa pekerjaan guru, bukannya menyerahkan kelulusan kepada guru
melalui proses sidang dewan guru sekolah, UN justru merampas bagian yang amat
penting dari tanggung jawab profesional guru untuk mengevaluasi kinerja belajar
murid-murid yang diasuhnya bertahun-tahun. UN
juga menyamaratakan antara kota besar dan desa pinggiran, menyampingkan
keragaman kondisi masing-masing daerah. dengan desain UN saat ini, peserta
didik yang berbakat di bidang seni dan olahraga dirugikan karena tidak ada UN untuk
pelajaran seni dan olahraga. pelajaran yang tidak di-un kan akan diabaikan
begitu memasuki semester-semester terakhir sehingga tidak ada lagi kegiatan
ekstrakurikuler. Kegiatan peserta didik diganti dengan drill dan tryout,
jam belajar ditambah hingga sore dan juga pada akhir pekan. Tidak
jarang anak mengalami kelelahan fisik dan mental menjelang UN. Murid membutuhkan sebuah evaluasi yang mampu mengukur
kompetensi yang diminatinya untuk dikembangkan bagi karirnya di masa
depan.
Sementara itu, dalam sebuah penelitian membingkai dampak negatif ujian kelulusan, di
antaranya: (1) kesenjangan prestasi akademis berdasarkan status sosial ekonomi
keluarga; (2) meningkatnya risiko putus sekolah bagi siswa tak mampu dan siswa
dari kelompok minoritas; (3) penyempitan kurikulum, yaitu terfokusnya
pembelajaran pada mata pelajaran yang diujikan sehingga yang tak diujikan
terabaikan; (4) proses belajar yang berupaya menggali aspek kreativitas dan
berpusat pada siswa cenderung terpinggirkan karena lebih memfokuskan pada
latihan-latihan soal; (5) tekanan berlebihan yang dirasakan siswa; tekanan berlebihan
yang dirasakan guru; dan (6) berbagai modus kecurangan. Saya berharap dengan kejadian ini pelaksanaan UN 2013 ini
menjadi momentum untuk mengevaluasi dan memutuskan UN untuk dilanjutkan atau
dihapuskan. Disini saya menyarankan
kepada Yth. Bapak Menteri Pendidikan M. Nuh, agar
UN ditiadakan dan Lulus/Tidak Lulusnya Siswa dikembalikan kepada Guru dan
Sekolah saja karena mereka yang lebih pantas dan lebih tahu siswa yang berhak
Lulus dan Tidak Lulus. Soal mengukur dan melihat Kemajuan Mutu Pendidikan
dicarikan cara lain. Terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar