Senin, 27 Mei 2013

Info kesehatan


4 Bahan Alami Untuk Pertolongan Pertama Saat Sakit Gigi

Masalah gigi memang harus segera ditangani oleh dokter gigi. Obat atau operasi gigi mungkin mampu mengatasi sakit gigi permanen.

Namun untuk pertolongan pertama, ada solusi untuk mengatasi gigi 'nyut-nyutan'.

1. Cengkeh. Studi dalam Journal of Dentistry di tahun 2006 mengungkapkan bahwa cengkeh ampuh meredakan sakit gigi. Cengkeh mengandung eugonol, senyawa yang banyak digunakan sebagai obat bius analgesik dan lokal, terutama dalam kedokteran gigi.

Caranya:
Taruh 2-3 tetes minyak cengkeh di kapas, kemudian oleskan pada gigi Anda. Atau, kunyah beberapa buah kunyit, kemudian berkumur.

2. Jahe. Menurut California State University, jahe mampu membantu menenangkan rasa sakit yang terkait dengan sakit gigi.

Caranya:
Ambil jahe ukuran sedang, bersihkan, potong menjadi beberapa bagian kemudian langsung taruh di gigi yang sakit. Jika mau, Anda boleh menggigit dan mengunyahnya secara perlahan. Jangan lupa untuk segera kumur-kumur setelahnya.

3. Garam. Garam laut membantu mengurangi tekanan yang menyiksa pada saraf gigi. Sehingga, ampuh untuk menghilangkan rasa sakit sakit, bahkan menyembuhkan.

Caranya:
Campurkan 1 sendok makan garam ke dalam segelas air. Kemudian berkumurlah selama 30 detik. Ulangi hingga beberapa kali.

4. Bawang. Bawang memberikan double kebaikan, untuk gigi. Tak hanya mengatasi sakit gigi, tetapi juga membunuh kuman.

Caranya:
Kunyah beberapa siung bawang selama 3 menit untuk menghancurkan bakteri dalam mulut dan membuat nyeri sakit gigi hilang.

Rabu, 22 Mei 2013

Bertobat Sebelum Tidur


BERTAUBAT SEBELUM TIDUR

Oleh Ustadz Muhammad Wasitho Abu Fawwaz, Lc

Hidup di dunia ini hanya sementara. Saat kematian menjemput seseorang, berarti harus berpisah dengan dunia dan segala isinya. Dan itu pasti terjadi. Allâh Azza wa Jalla berfirman :

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ

Setiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati. [al-Anbiyâ’/21:35]

Dalam ayat lain Allâh berfirman :

أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكْكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ
Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu (berada) dalam benteng yang tinggi lagi kokoh. [an-Nisâ`/4: 78]

Kematian akan menimpa semua orang, baik yang shalih atau yang durhaka, yang kaya raya ataupun yang miskin papa, yang terpandang ataupun tidak, yang ikut berjihad ataupun duduk santai di rumahnya, dan lain sebagainya. Semuanya pasti akan mati bila ajalnya telah tiba ajalnya dan semuanya akan binasa, karena Allâh Azza wa Jalla berfirman :

كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ

Semua yang ada di bumi itu fana (tidak kekal) [ar-Rahmân/55:26]

Kemudian sesudah mati, kita semua akan dihidupkan kembali untuk mempertanggung jawabkan semua amal perbuatan kita. Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, "Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan sesudah mati.” [Hûd/11:7]

MARI SEGERA BERTAUBAT KEPADA ALLAH AZZA WA JALLA
Jika memang demikian, sementara sudah dapat dipastikan bahwa setiap manusia tidak akan luput dari kelalaian, kesalahan dan dosa kecuali yang dirahmati Allâh dan diberi al-‘ishmah (terpelihara dari salah dan dosa) seperti para nabi dan rasul, maka sudah seharusnya kita semua untuk segera bertaubat kepada Allâh Azza wa Jalla dan tidak menunda-nundanya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

كُلُّ بَنِى آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ

Setiap anak adam (manusia) pernah berbuat kesalahan, namun sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan ialah orang yang segera bertaubat (kepada Allâh).” [HR. Ibnu Mâjah 2/1420, no.4251][1]) .

Allâh memerintahkan kita agar segera bertaubat, sebagaimana firman-Nya :

وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allâh, hai orang-orang yang beriman agar kamu beruntung.” [an-Nûr/24:31].

Dan firman-Nya :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا

Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allâh dengan taubat yang benar (ikhlas). [at-Tahrîm/66:8]

Dan hendaknya kita sering beristighfâr (mohon ampun kepada-Nya) atas dosa-dosa yang telah kita perbuat selama ini. Karena Allâh Dzat yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang akan senantiasa menerima taubat dari para hamba-Nya dan mengampuni dosa-dosa sebesar dan sebanyak apapun. Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, "Katakanlah: “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian putus asa dari rahmat Allâh. Sesungguhnya Allâh mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [az-Zumar/39: 53]

Di dalam hadits Qudsi yang diriwayatkan dari Anas bin Mâlik Radhiyallahu anhu, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِي وَرَجَوْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ فِيكَ وَلَا أُبَالِي يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ وَلَا أُبَالِي يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ الْأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِي لَا تُشْرِكُ بِي شَيْئًا لَأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً

Allâh berfirman: Wahai anak Adam selama engkau masih berdoa kepada-Ku dan berharap kepada-Ku, Aku ampuni engkau apa pun yang datang darimu dan aku tidak peduli. Wahai anak Adam walaupun dosa-dosamu mencapai batas langit kemudian engkau meminta ampun kepada-Ku, Aku akan ampuni engkau dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, jika engkau mendatangi-Ku dengan sepenuh bumi dosa dan engkau tidak menyekutukan-Ku, maka Aku akan menemuimu dengan sepenuh itu pula ampunan. [HR. Tirmidzi IV/548,no.3540][2]

Hendaknya kita mempersiapkan diri dengan bekal taqwa untuk menempuh perjalanan menuju ke negeri akhirat yang merupakan tempat tinggal abadi.

BEBERAPA HAL YANG DAPAT MENDORONG SEORANG HAMBA AGAR SEGERA BERATUBAT KEPADA ALLAH SEBELUM TIDUR
Kenapa sebelum tidur ? Terdapat banyak hal yang dapat membantu seorang hamba untuk segera bertaubat kepada Allâh kapan pun dan dimanapun. Namun dalam pembahasan kali ini kami akan menyebutkan sebagian amalan yang diharapkan dapat mendorong seorang hamba bertaubat kepada Allâh sebelum tidurnya. Di antaranya:

1. Melakukan Muhâsabah (Introspeksi Diri).
Muhâsabah ialah usaha seseorang untuk mengevaluasi segala perbuatannya, baik sebelum maupun sesudah melakukannya. Sebelum tidur hendaklah seorang hamba mengintrospeksi diri atas segala perkataan maupun perbuatannya sepanjang hari, baik yang berkaitan dengan hak-hak Allâh maupun hak-hak sesama manusia. Jika dia telah melakukan amal shalih, maka hendaknya dia bersyukur dengan memuji Allâh dan memohon kepada-Nya tambahan nikmat. Dan memohon kepada-Nya pula agar senantiasa diberi taufiq dan kesanggupan untuk dapat melaksanakan amal ketaatan. Namun jika sebaliknya, maka hendaknya dia segera bertaubat dan memohon ampunan kepada-Nya serta bertekad untuk segera melakukan kebaikan.

Tentang muhâsabah, Allâh Azza wa Jalla berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allâh dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allâh [al-Hasyr/59:18]

Umar bin Khattab Radhiyallahu anhu berkata, “Hisablah diri kalian sebelum dihisab, dan timbanglah amal kalian sebelum ditimbang (oleh Allâh) ….”.

2. Mengingat Alam Kubur Yang Sangat Gelap Dan Dia Akan Menyendiri di sana
Ketika akan tidur, hendaknya seseorang mengingat suasana alam kubur yang sangat gelap, dia akan berada di sana seorang diri tanpa teman, hanya amalannya selama di dunia yang mendampinginya. Dengan mengingat kondisi ini, hati akan merasa takut kepada Allâh dan siksa-Nya yang sangat pedih, sehingga dia terdorong untuk segera bertaubat kepada Allâh dan banyak mohon ampun kepada-Nya.

3. Banyak Mengingat Kematian
Setiap muslim dan muslimah, yang sehat ataupun yang sedang sakit, tua maupun muda, hendaknya selalu mengingat kematian yang datang secara tiba-tiba. Ingatan ini bisa menghalangi dan menghentikan seseorang dari perbuatan maksiat serta memotivasinya untuk beramal shalih.

Mengingat kematian ketika dalam kesempitan akan bisa melapangkan hati seorang hamba. Kalau dia ingat kematian ketika hatinya sedang senang, maka dia itu menyebabkan dia tidak lupa diri. Dengan begitu ia selalu dalam keadaan siap untuk pergi meninggalkan dunia dan menghadap Allâh Azza wa Jalla .

Mengingat mati bisa melembutkan hati dan menghancurkan sikap tamak terhadap dunia. Karenanya, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan anjuran untuk banyak mengingatnya.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

أَكْثِرُوْا ذِكْرَ هَاذمِ اللَّذَّاتِ

Perbanyaklah kalian mengingat pemutus kelezatan (yakni kematian) [HR. At-Tirmidzi no. 2307, An-Nasa`i no. 1824, Ibnu Majah no. 4258][3]

Orang cerdas yang sesungguhnya ialah orang yang banyka mengingat mengingat mati dan mempersiapkan bekal untuk mati. Hal ini sebagaimana diriwayatkan dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhuma, ia menuturkan, “Aku sedang duduk bersama Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala datang seorang lelaki dari kalangan Anshar. Ia mengucapkan salam kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu berkata, ‘Wahai Rasûlullâh, mukmin manakah yang paling utama?’ Beliau menjawab, ‘Yang paling baik akhlaknya di antara mereka.’ ‘Mukmin manakah yang paling cerdas?’, tanya lelaki itu lagi. Beliau menjawab:

أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا، أُولَئِكَ أَكْيَاسٌ

“Orang yang paling banyak mengingat mati dan paling baik persiapannya untuk kehidupan setelah mati. Mereka itulah orang-orang yang cerdas.” [HR. Ibnu Majah no. 4259, dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Ash-Shahihah no. 1384]

Imam al-Qurthubi rahimahullah berkata, “Ad-Daqqaq berkata, ‘Siapa yang banyak mengingat mati, ia akan dimuliakan dengan tiga perkara : bersegera untuk bertaubat, hati merasa cukup, dan antusias dalam beribadah. Sebaliknya, siapa yang melupakan mati, ia akan dihukum dengan tiga perkara : menunda taubat, tidak ridha dan malas dalam beribadah. Maka berpikirlah, wahai orang yang tertipu; Yang merasa tidak akan dijemput kematian, tidak merasakan sekaratnya, kepayahan, dan kepahitannya ! Cukuplah kematian sebagai pengetuk hati, membuat mata menangis, memupus kelezatan dan memupus angan-angan. Apakah engkau, wahai anak Adam, mau memikirkan dan membayangkan tibanya hari kematianmu dan perpindahan hidupmu dari tempatmu yang sekarang?” [Lihat at-Tadzkîrah, hlm. 9].

4. Menyadari Hakikat Kehidupan Dunia Yang Fana Dan Akhirat Yang Kekal
Keberadaan makhluk di dunia ini hanyalah sementara, dan semua yang ada di alam semesta ini akan hancur kecuali Allâh semata yang kekal dan abadi. Allâh berfirman :

كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ

“Seluruh yang ada di atas bumi ini fana (tidak kekal).” [Ar-Rahman/55: 26]

Sedangkan kehidupan akhirat merupakan kehidupan yang hakiki, kekal dan abadi, sebagaimana firman-Nya:

وَالآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى

“Padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal”. [Al’A’la/87: 17].

Dan dia mengetahui pula bahwa Allâh Subhanahu wa Ta’ala telah menciptakannya di dalam kehidupan ini tiada lain hanya untuk mengujinya, siapa di antara para hamba-Nya yang paling baik amal perbuatannya, sebagaimana firman-Nya di dalam surat Al-Mulk, ayat 2.

Dengan demikian, maka diapun segera terdorong untuk bertaubat kepada Allâh, memohon ampunan kepada-Nya, dan mempersiapkan bekal untuk kehidupan akhirat yang hakiki nan abadi.

Demikian tulisan singkat tentang bertaubat sebelum tidur. Mudah-mudahan bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya, dan menjadi amal shalih bagi penulisnya. Amin.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XIV/1431H/2010. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Syaikh al-Albâni rahimahullah meng-hasan-kannya dalam Takhrîj Misykâtul Mashâbîh, no.2341
[2]. Syaikh al-Albâni menilai hadits ini hasan dalam Silsilatul Ahâdîts Ash-Shahîhah 1/249, no.127.
[3]. Syaikh al-Albâni menilai hadits ini, “Hasan shahih.” (Takhrîj Misykâtul Mashâbih, no.1607)

http://almanhaj.or.id/content/3618/slash/0/bertaubat-sebelum-tidur/
Via Moselm Channel

Semoga bermanfaat,silakan share semoga bermanfaat 
dan menginspirasi dan menjadi renungan bagi sahabat yang lainnya.

Menanti Jodoh



Ukhti, Yakinlah Jodohmu Kan Datang….

         Perawan tua! Wuih, sadis banget… Yup, itulah julukan yang diberikan untuk kaum hawa yang belum menikah di usia ‘senja’. Ketika saya mengikuti sebuah acara perlombaan anak-anak TPA di daerah Bantul, saya bertemu dengan seorang sosok wanita yang saya pikir waktu itu adalah seorang guru yang sekaligus ibu rumah tangga.

             Tampilan sederhana dengan jilbab yang menjulur ke dadanya. Kebetulan, kami menjadi juri pada lomba yang sama. Untuk menghindari kekakuan, saya mencoba memperkenalkan diri dan sedikit berbincang dengan beliau. Beliau seorang guru TK kelahiran tahun 1969. Dengan usia yang sekian, saya berpikir beliau telah berkeluarga dengan beberapa orang anak. Ketika saya Tanya “putra pinten bu?” (punya anak berapa bu?-jawa) beliau menjawab, “dereng nikah mba, mboten payu”.(belum menikah mba, ngga laku-jawa)…Terkejut sekali saya waktu, ditambah rasa bersalah kalau pertanyaan saya tadi menyinggung perasaan beliau. Alhamdulillah, beliau tidak tersinggung malah kami bisa semakin akrab.

            Sosok lain, saya teringat murobbiyah-murobbiyah saya. Di tengah kesibukan yang ekstra padat, mereka masih meyempatkan waktu untuk membina kami. Dari ketiga akhawat yang pernah menjadi murobbiyah saya (selamanya akan tetap menjadi murobbiyah saya) semuanya belum menikah. Mereka rata-rata sudah berumur 25-up. Untuk lingkungan kampus, usia sekian tentu bukan menjadi masalah ketika belum menikah. Tetapi, ketika pulang ke kampung halaman dengan hidup bertetangga tentu akan menimbulkan pertanyaan yang kurang mengenakkan. Kapan nikah mba? Itu pertanyaan yang kerapkali terdengar. Bahkan saya yang ‘baru’ berusia 22 tahun pun tidak lepas dari pertanyaan tersebut ketika saya sudah pulang kampung. Menyegerakan menikah adalah sesuatu ayng dianjurkan. Akan tetapi ketika jodoh belum juga datang, apakah itu sesuatu hal yang harus dipaksakan?

        Saya teringat satu nasehat dari seorang ustadz di Yogya ketika mengikuti kajian pagi hari di Masjid Mardliyah. Beliau menyampaikan materi pernikahan. Salah satu pesan beliau, “Jadi akhawat jangan suka mancing-mancing ikhwan, misal dengan sms ‘koq ngga nikah-nikah akh’ dan sebagainya”. Beliau melanjutkan ketika akhawat berkepala 2 belum menikah itu sesuatu yang wajar. Ketika berkepala 3 belum menikah juga, mungkin Allah masih ‘menahan’ jodoh kita. Ketika sudah berkepala 4 dan belum menikah juga, mungkin laki-laki dunia belum ada yang ocok untuk kita dan seterusnya. Beliau menambahkan agar kita tidak berburuk sangka terhadap Allah.

         Benar sekali, di tengah penantian panjang yang belum tahu kapan berujung tidak sedikit akhawat yang mulai putus asa. “Apa karena aku yang kurang cantik?” dan pertanyaan-pertanyaan retorik sejenis yang ada di kepala akhawat muslimah. Akhirnya, mereka mulai melakukan treatment untuk menjaga penampilan. Mereka tidak lagi enggan merogoh kocek hanya sekedar untuk antri di salon berjam-jam. Akibatnya, dana infak berkurang, jadwal dakwah terabaikan dan banyak sekali konsekuensi yang harus ditanggung ketika memutuskan untuk menjadi wanita yang ‘berbeda’.

          Pola pikir akhawat yang seperti ini, bukan 100% kesalahan mereka. Kalau mau jujur, berapa banyak ikhwan yang ridho beristri akhawat ‘biasa’. Kebanyakan kaum ikhwan tentu akan pilih-pilih wanita untuk menjadi pendamping hidupnya. Amat disayangkan, sebab yang menjadi kriteria bukan sekedar agamanya yang oke, tapi juga harus cantik, putih, lulusan fakultas kedokteran (bukan karena saya alumni fakultas kehutanan lho…) dan seterusnya. Itu adalah sesuatu yang manusiawi tentunya, tapi tidak sedikit dari mereka yang tidak melanjutkan proses ta’aruf hanya karena salah satu kriteria duniawi itu tidak terpenuhi.

          Jodoh, rezeki dan semua yang kita alami adalah atas kehendakNya. Ketika saya silaturrahim ke rumah seorang ustadzah di Boyolali, beliau berpesan tsiqoh saja terhadap Allah Karena pasti ia akan memeberi yang trebaik untuk hambanya.

             Saya jadi teringat pada Q.S Al-Baqarah ayat 216 “…Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”.

Untuk para ukhti sholihah, yakinlah jika saatnya tepat “pangeran berkuda putih” itu akan datang menjemputmu.

Teristimewa untuk mba-mba-koe: semoga Allah segera mengaruniakan ikhwan sholeh untuk antuna.

Semoga Bermanfaat from Bidadari Dunia mencari Bekal untuk Akhirat.